Wednesday, July 17, 2013

Metode Dekonstruksi Jacques Derrida

Pendahuluan
Sumber gambar http://www.jacquesderrida.com.ar/
Jacques Derrida lahir di El Biar, Aljazair (1930-2005). Ia merupakan salah satu founding fathers postrukturalis asal Perancis keturunan Yahudi yang sangat berpengaruh di abad ke-20 dan ke-21. Beliau dibesarkan dalam lingkungan yang agak diskriminatif terhadap Yahudi. Pemikirannya tentang bahasa ini mendapatkan banyak pengaruh dari Nietzsche, Heidegger, Levinas, dan pelopor stukturalis asal Swiss, Ferdinand de Saussure (1857-1913). Derrida sependapat dengan pemikiran Saussure yang mengatakan bahwa bahasa bukanlah representasi dari dunia, melainkan suatu hal yang membentuk dunia. Bahasa menciptakan realitasnya sendiri. Kata sebagai penanda (signifier) tidak memiliki hubungan ilmiah dengan kenyataan yang sesungguhnya (referent).
Makna bagi strukturalisme dapat dibentuk hanya dari sistem perbedaan tanda baik secara fonemik dan relasional, tidak dari ekuivalensi di luar bahasa sebagaimana adanya (das-Ding-an-sich). Misalkan kata ‘makam’ mendapatkan maknanya dari perbedaan fonemik dengan makan, malam, masam. Kata ‘siang’ mendapatkan maknanya dari relasinya dengan yang lain what is not ‘siang’. Derrida melihat permasalahan dalam hal ini.
Ia mengemukakkan bahwa tanda-tanda yang digunakan dalam sistem perbedaan untuk merumuskan makna, tidak pernah hadir sepenuhnya melainkan selalu tertunda. Sedangkan suatu tanda tidak sempurna tanpa tanda lain. Sehingga makna yang dihasilkan oleh sistem perbedaan tanda-tanda ini akan selalu cacat. Selain itu proses pembentukan makna (signification) ini sifatnya murni arbitrer (sewenang-wenang) dan selalu bersifat politis. Oleh karena itu, Ia menolak adanya petanda absolut atau makna absolut, makna transendental, dan makna universal, yang diklaim oleh para pemikir sebelumnya. Upaya pencarian makna sebagai sesuatu yang pasti pun, dinilainya sebagai usaha yang sia-sia.
Apabila suatu makna telah mapan (stabil), Derrida meyakini bahwa pasti ada konstruksi politik berdimensi kekuasaan yang bermain dibelakangnya. Begitupun pada makna-makna yang bersifat hierarkis. Untuk mengatasi permasalahan bahasa ini, kemudian Derrida mengajukan suatu metode yang bernama metode dekonstruksi.

POKOK-POKOK PEMIKIRAN DERRIDA
Sebagaimana Nietzsche, Derrida menolak kebenaran tunggal dari suatu makna. Ataupun pandangan kaum stukturalis yang mengatakan bahwa akan ada makna yang stabil setelah oposisi biner bekerja. Menurut Derrida makna sifatnya tidak pernah stabil dan otonom, melainkan plural dan senantiasa berubah sesuai konvensi, serta akan selalu dependen pada jejaring tanda di sekitarnya.
Dalam bukunya yang berjudul Of Grammatology (1967) Derrida mengatakan bahwa segala sesuatunya yang kita kenali adalah teks, Il n'y a pas de hors-texte (tidak ada apa-apa di luar teks). Teks meliputi segala-galanya, termasuk juga subjek. Subjek bagi Derrida tidak lain merupakan teks hasil bentukan dunia—bukan sesuatu yang otonom dan sadar diri. Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri.
 Proses signifikasi di sini berarti selalu berinteinsionalitas kepada tanda-tanda (signs) di luar diri, dan tidak pernah mengacu kepada kekosongan ataupun tanda tunggal (sign). Sebagai tindak kesadaran (noesis), signifikasi tidak pernah terlepas dari objek kesadarannya (noema) berupa tanda-tanda. Proses signifikasi tidak seperti cogito ergo sum-nya Descartes, yang tertutup dari dunia dan cogito lainnya. Pertanyaannya, bagaimana mungkin kita memikirkan sesuatu tanpa ada-ada yang lain?
Maka teks menurut Derrida bukanlah sebuah tanda tunggal, melainkan jejaring tanda (network relation of signs). Dan proses perujukan kepada tanda-tanda yang tidak terhingga ini (infinite) tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri, karena tanda-tanda yang digunakan dalam différance itu sendiri tidak pernah hadir sepenuhnya. Sementara makna sejati mensyaratkan keseluruhan negasi dari tanda-tanda secara utuh. Bagi Derrida yang dapat kita kenali hanyalah rantaian tanda-tanda yang sifatnya kabur dan parsial, yang disebut jejak-jejak (trace).
·         Difference
Différance merupakan sebuah kata Perancis baru yang diturunkan dari kata kerja-sifat différer yang berarti ‘berbeda’ sekaligus ‘menunda’. Kata ini diciptakan Derrida untuk menunjukan suatu proses penurunan makna berdasarkan system perbedaan (différence) dari tanda-tanda yang selalu tertunda (defféred).
The two together—“difference” and “deferment”—both senses present in the French verb “différer,” and both “properties” of the sign under erasure—Derrida calls “différance.” This differance—being the structure (a structure never quite there, never by us perceived, itself deferred and different) of our psyche—is also the structure of “presence,” a term itself under erasure. For differance, producing the differential structure of our hold on “presence,” never produces presence as such.(Of Gramatology, 1974:37)
 
Différance juga digunakan Derrida untuk menujukan keunggulan tulisan atas ucapan, yang dimaksudkannya untuk merobohkan bangunan Phonosentrisme yang menjadi tradisi filsafat Barat.

KRITIK DERRIDA TERHADAP STUKTURALISME
Pemikiran Derrida sebagai seorang postrukturalis memang banyak yang sejalan dengan pemikiran stukturalisme, keduanya sama-sama menolak adanya subjek yang otonom, representasi istimewa antara kata dengan benda, sejarah linier dll. Meskipun demikian ada beberapa pokok pikiran yang sangat bertentangan antar keduanya. Logosentrisme dan phonosentrisme yang dianut strukturalisme, merupakan dua poin utama yang dikritik habis-habisan oleh Jacques Derrida.
·         Logosentrisme merupakan tradisi metafisika Barat yang berjiwakan Platonian dan dualisme Cartesian. Logosentrisme ini disebut juga sebagai metafisika kehadiran (Metaphysics of Presence) yang mengasosiasikan kebenaran dengan kehadiran diri murni (pure self presence). Pondasi logosentrisme ini pertama kali diletakan oleh Plato yang membagi realitas menjadi dua bagian yang saling beroposisi dan bermakna hierarkis;
(1)   yang metafisik (absolute, origin)
(2)   yang fisik (tiruan,semu)
Logika yang membangun logosentrisme ini disebut dengan logika oposisi biner. Logika oposisi biner bekerja dengan menempatkan satu term sebagai pondasi sejati yang absolut dan origin, sedangkan term oposisinya ditempatkan sebagai semu-subordinatnya. Misalnya idea atas materi, mind atas body, ucapan atas tulisan, langue atas parole, pria atas wanita, dan filsafat Barat atas filsafat Timur.
·        Phonosentrisme  merupakan derivasi dari logosentrisme yang meletakan tulisan sebagai subordinat ucapan. Phonosentrisme berasumsi bahwa ada makna sejati (fixed signified) di balik penampakan fisik yang ditunjukan oleh penanda (signifier), dan hal tersebut hanya dimungkinkan jika keduanya yakni petanda (signified) dan penanda (signifier) dihadirkan secara bersama-sama lewat ucapan. Ucapan (spoken word) dianggap sebagai sumber kebenaran yang otentik dan hidup, sedangkan tulisan (witten word) dianggap sekedar emanasi sekunder yang mati dan distortif—menghancurkan ideal kehadiran diri murni (pure self presence) yang mana merupakan jaminan kepastian kebenaran.
·         Kritik Terdadap Logosentrisme dan Phonosentrisme
Derrida mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang esensial yang membedakan tulisan dengan ucapan. Keduanya baginya hanyalah  ketidakhadiran dan kehadiran parsial yang tidak pernah mencerminkan kehadiran diri murni (pure self presence) maupun makna sejati (fixed signified). Hal tersebut dikarenakan deotonomi subjek terhadap bahasa bentukan dunia yang mana rumusan-rumusan makna di dalamnya telah dibentuk oleh para pendahulunya.
“Logos must indeed shaped according to the model eidos, the book the reproduces the logos, and the whole is organized by this relation of repetition, resemblance, doubling, duplication, this sort specular process and play reflection where things speech and writing come to repeat and mirror to each other.”(1)
(1)     Derrida, Jacques. Dissemination (Chicago: terj. A. Alan Bass, 1981) hlm. 188
 
Untuk lebih jelasnya, berikut ilustrasi yang diberikan oleh Donny Gahral Adian:
 

Apabila kita membaca teks Plato, misalnya, maka kita berusaha mendapatkan apa maksud pengarang secara akurat. Hal tersebut berarti kita anggap teks sebagai signifier, sedang gagasan di benak Plato adalah signified. Namun apabila kita cermati lebih dalam, maka Plato mendapatkan gagasannya dari gurunya Socrates; Socrates mendapatkan gagasannya dari para filsuf Yunani sebelumnya dst, dst. Hal ini membuktikan, klaim bahwa gagasan di benak adalah fixed signified tidak dapat dipertahankan lagi. Karena signified tersebut ternyata adalah signifier yang merujuk pada suatu yang lain. Benak kita tatkala membaca teks Plato juga tidak kosong melompong, melainkan dipenuhi oleh tumpukan penafsiran-penafsiran orang sebelumnya tentang teks Plato yang menjadi presuposisi dalam kita membaca teks tersebut.” ( Percik Pemikiran Kontemporer, 2006: 82)

Derrida juga menunjukan bahwa ucapan juga memiliki kualitas ketidakpastian. Untuk menunjukan kata difference misalnya.
Différance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya persis sama dengan kata différence. Kita tak bisa membedakan différance dan différence hanya dengan mendengar ucapannya karena pelafalannya sama, tetapi harus melihat tulisannya. Inilah contoh yang menunjukan ketidakpastian ucapan, sekaligus membuktikan bahwa tulisan lebih unggul ketimbang ucapan.
Berdasarkan sistem penurunan makna dari jejak-jejak yang bersifat relasionisme (they are what the others are not), harusnya tidak ada makna-makna yang bersifat hierarkis, ataupun pantas mengklaim bahwa dirinya absolut atau universal.
Menurut Derrida,  privilis satu entitas atas entitas yang lain merupakan produk manipulasi kultural yang ditopang oleh suatu kepentingan politis berdimensi kekuasaan— yang sudah sepatutnya didekonstuksi.

METODE DEKONSTUKSI
Dekonstruksi adalah cara atau metode membaca keseluruhan teks secara kritis yang tujuan utamanya untuk membongkar oposisi-oposisi biner dan konstruksi-konstruksi politis yang laten dalam teks.
‘Dekonstuksi’ yang dimaksud Derrida tidaklah sama dengan yang dimaksud oleh Martin Heiddeger dengan destruksi (destruction) yang artinya penghancurleburan (demolition). Dekontruksi yang dimaksud oleh Derrida merujuk pada upaya untuk mentransformasi makna dengan cara destruksi dan rekonstruksi (dihancurkan kemudian ditata kembali). Layaknya kita menghancurkan sebuah bangunan, lalu membuat bangunan baru dengan puing-puing yang lama.

DAFTAR PUSTAKA
Derrida, Jacques. 1978. Writing and Difference  Terj. Anotasi Alan Bass. Chicago: The University of Chicago.
---------------------. 1974. Of Gramatology, Terj. Gayatri Chakravorty Spivak. Baltimore: The John Hopkins University Press.
---------------------.1981. Dissemination, Terj. Anotasi Alan Bass. Chicago: The University of Chicago Press.
Adian, Donny Gahral. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif.  Yogyakarta: Jalasutra.
Barliana, Syaom. “SEMIOTIKA: DALAM MEMBACA TANDA-TANDA” dalam  http://www.academia.edu/1045086/S_E_M_I_O_T_I_K_A_TENTANG_MEMBACA_TANDA-TANDA, diunduh pada 17 Mei 2013 pukul 14.00 WIB.
Internet Encyclopedia of Philosophy. “Jacques Derrida (1930 - 2004)” dalam http://www.iep.utm.edu/derrida/, diunduh pada 18 Mei 2013 pukul 11.30 WIB.

No comments:

Post a Comment