Sumber gambar http://www.jacquesderrida.com.ar/ |
Jacques
Derrida lahir di El Biar, Aljazair (1930-2005). Ia merupakan salah satu founding
fathers postrukturalis asal Perancis keturunan Yahudi yang sangat
berpengaruh di abad ke-20 dan ke-21. Beliau dibesarkan dalam lingkungan yang
agak diskriminatif terhadap Yahudi. Pemikirannya tentang bahasa ini mendapatkan
banyak pengaruh dari Nietzsche, Heidegger, Levinas, dan pelopor stukturalis asal
Swiss, Ferdinand de Saussure (1857-1913). Derrida sependapat dengan pemikiran
Saussure yang mengatakan bahwa bahasa bukanlah representasi dari dunia,
melainkan suatu hal yang membentuk dunia. Bahasa menciptakan realitasnya
sendiri. Kata sebagai penanda (signifier)
tidak memiliki hubungan ilmiah dengan kenyataan yang sesungguhnya (referent).
Makna
bagi strukturalisme dapat dibentuk hanya dari sistem perbedaan tanda baik
secara fonemik dan relasional, tidak dari ekuivalensi di luar bahasa
sebagaimana adanya (das-Ding-an-sich). Misalkan kata ‘makam’ mendapatkan
maknanya dari perbedaan fonemik dengan makan, malam, masam. Kata ‘siang’
mendapatkan maknanya dari relasinya dengan yang lain what is not ‘siang’. Derrida melihat permasalahan dalam hal ini.
Ia
mengemukakkan bahwa tanda-tanda yang digunakan dalam sistem perbedaan untuk
merumuskan makna, tidak pernah hadir sepenuhnya melainkan selalu tertunda.
Sedangkan suatu tanda tidak sempurna tanpa tanda lain. Sehingga makna yang
dihasilkan oleh sistem perbedaan tanda-tanda ini akan selalu cacat. Selain itu
proses pembentukan makna (signification)
ini sifatnya murni arbitrer (sewenang-wenang) dan selalu bersifat politis. Oleh karena itu, Ia menolak adanya petanda absolut atau makna absolut, makna
transendental, dan makna universal, yang diklaim oleh para pemikir sebelumnya. Upaya pencarian makna sebagai sesuatu yang
pasti pun, dinilainya sebagai usaha yang sia-sia.
Apabila
suatu makna telah mapan (stabil), Derrida meyakini bahwa pasti ada konstruksi
politik berdimensi kekuasaan yang bermain dibelakangnya. Begitupun pada
makna-makna yang bersifat hierarkis. Untuk mengatasi permasalahan bahasa ini,
kemudian Derrida mengajukan suatu metode yang bernama metode dekonstruksi.
POKOK-POKOK PEMIKIRAN DERRIDA
Sebagaimana
Nietzsche, Derrida menolak kebenaran tunggal dari suatu makna. Ataupun
pandangan kaum stukturalis yang mengatakan bahwa akan ada makna yang stabil
setelah oposisi biner bekerja. Menurut Derrida makna sifatnya tidak pernah
stabil dan otonom, melainkan plural dan senantiasa berubah sesuai konvensi, serta
akan selalu dependen pada jejaring tanda di sekitarnya.
Dalam
bukunya yang berjudul Of Grammatology (1967) Derrida mengatakan
bahwa segala sesuatunya yang kita kenali adalah teks, Il n'y a pas de hors-texte
(tidak ada apa-apa di luar teks). Teks meliputi segala-galanya, termasuk juga
subjek. Subjek bagi Derrida tidak lain merupakan teks hasil bentukan dunia—bukan
sesuatu yang otonom dan sadar diri. Derrida
menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita tidak
akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri.
Proses signifikasi di sini
berarti selalu berinteinsionalitas kepada tanda-tanda (signs) di luar
diri, dan tidak pernah mengacu kepada kekosongan ataupun tanda tunggal (sign).
Sebagai tindak kesadaran (noesis), signifikasi tidak pernah terlepas
dari objek kesadarannya (noema) berupa tanda-tanda. Proses signifikasi
tidak seperti cogito ergo sum-nya Descartes, yang tertutup dari dunia
dan cogito lainnya. Pertanyaannya, bagaimana mungkin kita memikirkan
sesuatu tanpa ada-ada yang lain?
Maka teks menurut Derrida bukanlah sebuah tanda tunggal, melainkan jejaring
tanda (network
relation of signs). Dan proses
perujukan kepada tanda-tanda yang tidak terhingga ini (infinite) tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri, karena tanda-tanda
yang digunakan dalam différance itu sendiri tidak pernah hadir
sepenuhnya. Sementara makna sejati mensyaratkan keseluruhan negasi dari
tanda-tanda secara utuh. Bagi Derrida yang dapat kita kenali hanyalah rantaian tanda-tanda
yang sifatnya kabur dan parsial, yang disebut jejak-jejak (trace).
·
Difference
Différance merupakan
sebuah kata Perancis baru yang diturunkan dari kata kerja-sifat différer yang berarti ‘berbeda’ sekaligus ‘menunda’. Kata ini diciptakan
Derrida untuk menunjukan suatu proses penurunan makna berdasarkan system perbedaan
(différence) dari tanda-tanda yang selalu tertunda (defféred).
The
two together—“difference” and “deferment”—both senses present in the French
verb “différer,” and both “properties” of the sign under erasure—Derrida calls
“différance.” This differance—being the structure (a structure never quite
there, never by us perceived, itself deferred and different) of our psyche—is
also the structure of “presence,” a term itself under erasure. For differance,
producing the differential structure of our hold on “presence,” never produces
presence as such.(Of
Gramatology, 1974:37)
Différance juga digunakan
Derrida untuk menujukan keunggulan tulisan atas ucapan, yang dimaksudkannya
untuk merobohkan bangunan Phonosentrisme yang menjadi tradisi filsafat Barat.
KRITIK DERRIDA TERHADAP STUKTURALISME
Pemikiran
Derrida sebagai seorang postrukturalis memang banyak yang sejalan dengan
pemikiran stukturalisme, keduanya sama-sama menolak adanya subjek yang otonom,
representasi istimewa antara kata dengan benda, sejarah linier dll. Meskipun
demikian ada beberapa pokok pikiran yang sangat bertentangan antar keduanya. Logosentrisme
dan phonosentrisme yang dianut strukturalisme, merupakan dua poin utama yang
dikritik habis-habisan oleh Jacques Derrida.
·
Logosentrisme
merupakan tradisi metafisika Barat yang berjiwakan Platonian dan dualisme
Cartesian. Logosentrisme ini disebut juga sebagai metafisika kehadiran (Metaphysics of Presence) yang mengasosiasikan kebenaran dengan
kehadiran diri murni (pure self presence). Pondasi logosentrisme ini
pertama kali diletakan oleh Plato yang membagi realitas menjadi dua bagian yang
saling beroposisi dan bermakna hierarkis;
(1) yang
metafisik (absolute, origin)
(2) yang
fisik (tiruan,semu)
Logika
yang membangun logosentrisme ini disebut dengan logika oposisi biner. Logika oposisi
biner bekerja dengan menempatkan satu term sebagai pondasi sejati yang absolut
dan origin, sedangkan term oposisinya ditempatkan sebagai semu-subordinatnya.
Misalnya idea atas materi, mind atas body, ucapan atas tulisan, langue
atas parole, pria atas wanita, dan filsafat Barat atas filsafat Timur.
·
Phonosentrisme
merupakan derivasi dari logosentrisme yang
meletakan tulisan sebagai subordinat ucapan. Phonosentrisme berasumsi bahwa ada
makna sejati (fixed signified) di balik penampakan fisik yang ditunjukan
oleh penanda (signifier), dan hal tersebut hanya dimungkinkan jika
keduanya yakni petanda (signified) dan penanda (signifier)
dihadirkan secara bersama-sama lewat ucapan. Ucapan (spoken word)
dianggap sebagai sumber kebenaran yang otentik dan hidup, sedangkan tulisan (witten
word) dianggap sekedar emanasi sekunder yang mati dan
distortif—menghancurkan ideal kehadiran diri murni (pure self presence)
yang mana merupakan jaminan kepastian kebenaran.
·
Kritik Terdadap Logosentrisme dan
Phonosentrisme
Derrida
mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang esensial yang membedakan tulisan
dengan ucapan. Keduanya baginya hanyalah
ketidakhadiran dan kehadiran parsial yang tidak pernah mencerminkan
kehadiran diri murni (pure self presence) maupun makna sejati (fixed
signified). Hal tersebut dikarenakan deotonomi subjek terhadap bahasa
bentukan dunia yang mana rumusan-rumusan makna di dalamnya telah dibentuk oleh
para pendahulunya.
“Logos
must indeed shaped according to the model eidos, the book the reproduces the
logos, and the whole is organized by this relation of repetition, resemblance,
doubling, duplication, this sort specular process and play reflection where
things speech and writing come to repeat and mirror to each other.”(1)
|
“Apabila kita membaca teks Plato, misalnya, maka kita berusaha
mendapatkan apa maksud pengarang secara akurat. Hal tersebut berarti kita
anggap teks sebagai signifier, sedang gagasan di benak Plato adalah signified.
Namun apabila kita cermati lebih dalam, maka Plato mendapatkan gagasannya dari
gurunya Socrates; Socrates mendapatkan gagasannya dari para filsuf Yunani
sebelumnya dst, dst. Hal ini membuktikan, klaim bahwa gagasan di benak adalah
fixed signified tidak dapat dipertahankan lagi. Karena signified tersebut
ternyata adalah signifier yang merujuk pada suatu yang lain. Benak kita tatkala
membaca teks Plato juga tidak kosong melompong, melainkan dipenuhi oleh
tumpukan penafsiran-penafsiran orang sebelumnya tentang teks Plato yang menjadi
presuposisi dalam kita membaca teks tersebut.” ( Percik Pemikiran Kontemporer, 2006: 82)
Derrida
juga menunjukan bahwa ucapan juga memiliki kualitas ketidakpastian. Untuk
menunjukan kata difference misalnya.
Différance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya
persis sama dengan kata différence. Kita tak bisa membedakan différance dan différence hanya dengan mendengar ucapannya karena
pelafalannya sama, tetapi harus melihat tulisannya. Inilah contoh yang
menunjukan ketidakpastian ucapan, sekaligus membuktikan bahwa tulisan lebih
unggul ketimbang ucapan.
Berdasarkan
sistem penurunan makna dari jejak-jejak yang bersifat relasionisme (they are
what the others are not), harusnya tidak ada makna-makna yang bersifat hierarkis,
ataupun pantas mengklaim bahwa dirinya absolut atau universal.
Menurut
Derrida, privilis satu entitas atas
entitas yang lain merupakan produk manipulasi kultural yang ditopang oleh suatu
kepentingan politis berdimensi kekuasaan— yang sudah sepatutnya didekonstuksi.
METODE
DEKONSTUKSI
Dekonstruksi adalah cara atau metode membaca keseluruhan teks
secara kritis yang tujuan utamanya untuk membongkar oposisi-oposisi
biner dan konstruksi-konstruksi politis yang laten dalam teks.
‘Dekonstuksi’
yang dimaksud Derrida tidaklah sama dengan yang dimaksud oleh Martin Heiddeger
dengan destruksi (destruction) yang artinya penghancurleburan (demolition). Dekontruksi yang dimaksud
oleh Derrida merujuk pada upaya untuk mentransformasi makna dengan cara destruksi
dan rekonstruksi (dihancurkan kemudian ditata kembali). Layaknya kita menghancurkan sebuah bangunan, lalu membuat bangunan baru dengan puing-puing yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Derrida, Jacques. 1978. Writing
and Difference Terj. Anotasi Alan Bass. Chicago: The
University of Chicago.
---------------------. 1974. Of
Gramatology, Terj.
Gayatri Chakravorty Spivak. Baltimore: The John Hopkins University Press.
---------------------.1981. Dissemination, Terj. Anotasi Alan Bass. Chicago: The University
of Chicago Press.
Adian, Donny Gahral.
2006. Percik Pemikiran Kontemporer:
Sebuah Pengantar Komprehensif.
Yogyakarta: Jalasutra.
Barliana, Syaom. “SEMIOTIKA: DALAM MEMBACA
TANDA-TANDA” dalam http://www.academia.edu/1045086/S_E_M_I_O_T_I_K_A_TENTANG_MEMBACA_TANDA-TANDA,
diunduh pada 17 Mei 2013 pukul 14.00 WIB.
Internet
Encyclopedia of Philosophy. “Jacques Derrida (1930 - 2004)” dalam http://www.iep.utm.edu/derrida/,
diunduh pada 18 Mei 2013 pukul 11.30 WIB.
No comments:
Post a Comment