1. Psikologi Behavioristik
Karakter menurut aliran psikologi behavioristik dibentuk dari faktor-faktor kondisional yang berasal dari lingkungan. Tokoh-tokoh dari aliran psikologi ini antara lain Thondike, Pavlov, Wabon, Ghuyhrie, dan Watson. Masing-masing dari mereka mengadakan penelitian mengenai tingkah laku dan proses belajar binatang, anak-anak, dan orang dewasa. Penelitian yang pertama kali dirintis oleh Thondike (1874-1949). Dalam metode penelitiannya Ia menghadapkan objek penelitian pada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkannya melakukan berbagai aktivitas sebagai respon dari situasi itu. Dalam penelitiannya ini ia melihat bahwa objek penelitian akan belajar melakukan kegiatan tertentu melalui proses “trial and error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon oleh objek ini dinamakan teori connectionism.
Dalam penelitiannya itu ia menemukan beberapa hukum:
· Hukum kesiapan: Jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
· Hukum latihan: Makin banyak dipraktekkan atau digunakan hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat.
· Hukum efek: Jika hubungan antara stimulus dan respon dibarengi dengan state of affairs yang memuaskan maka hubungan di antara keduanya akan menguat. Akan tetapi jika hubungan antara stimulus dan respon dibarengi dengan state of affairs yang mengganggu, maka kekuatan hubungan di antara keduanya justru akan melemah.
Kemudian teori connectionism ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Ia mengadakan penelitian labolatoris terhadap anjing mengenai stimulus dan respon. Ia memberikan perangsang bersyarat berupa bel atau lampu dan perangsang tak bersyarat berupa makanan, secara bersamaan pada anjing secara berulang-ulang. Setiap kali dikondisikan seperti itu, atau diberi stimulus yang sama, anjing tersebut selalu mengeluarkan air liur sebagai responnya. Suatu ketika anjing tersebut hanya diberikan perangsang bersyarat, dengan membunyikan bel, respon anjing tersebut tetap sama. Tetap mengeluarkan air liur. Teori Pavlov ini disebut sebagai teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang dilakukan pada anjing tersebut, dapat juga berlaku pada manusia.
Teori ini lalu dikembangkan lagi oleh Watson menjadi teori conditioning. Menurut Watson, belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Manusia menurutnya dilahirkan dengan beberapa refleks emosional berupa takut, cinta, dan marah. Sedangkan tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui conditioning.
Pemikiran Watson ini kemudian diperluas oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie mengemukakan prinsip belajar berupa hukum asosiasi. Menurut hukum ini, respon atas suatu situasi cenderung diulang manakala individu menghadapi situasi yang sama. Setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai stimulus dan respon. Watson berketepatan untuk membuat psikologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang patut dihargai sejajar dengan ilmu alam seperti fisika dan kimia. Dalam penelitiannya Ia mengabaikan introspeksi. Ia hanya mempelajari perilaku-perilaku yang dapat diamati saja menggunakan metode ilmiah yang obyektif.
Selanjutnya Skinner mengembangkan teori conditioning dengan menggunakan tikus untuk percobaannya. Dari hasil percobaannya ini ia membedakan dua macam respon. Respon yang tibul dari stimulus tertentu dan respon yang telah berkembang karena diikuti oleh perangsang atau instrumental tertentu (operant).
2.Psikoanalitik
Psikoanalisa pertama kali dirintis oleh Sigmund Freud. Sigmund Freud dalam psikologinya membahas tentang oppervlakte psychologie dan diepte psychologie. oppervlakte psychologie merupakan suatu penyelidikan akal, perasaan, dan tindak tanduk manusia. Ia berusaha mencari keterangan-keterangan tentang akal, dan apa yang terjadi pada waktu akal kita menerima objek-objek dari luar. Serta seluk-sebeluk emosi-emosi manusia yang dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar endokrin yang penting dalam membentuk temperamen atau perangai manusia. Sedangkan diepte psychologie merupakan studi tentang jiwa, hubungan jiwa dengan tubuh, bagaimana jiwa dapat menimbulkan penyakit pada organ tubuh manusia (psycho-somatis), serta alam sadar dan bawah sadar manusia.
Pada tahun 1900 Freud menerbitkan “Die Traumdeuting” yang menyibak adanya jiwa pra-sadar, jiwa tak sadar, dan mimpi-mimpi itu timbul dari jiwa tak sadar dari keadaan pra-sadar kita sewaktu tidur. Freud menemukan bahwa melalui mimpi-mimpi itulah kita dapat menyelami keadaan jiwa tak sadar kita sedalam-dalamnya, suatu gejala yang dapat dijadikan sumber studi sebab-sebab dari tingkah laku tak sadar kita, baik yang normal maupun abnormal, serta sebab-sebab dari gangguan jiwa dan penyakit-penyakit psycho-somatis.
Diepte psychologie disebut juga sebagai psikologi psikoanalik. Atau dalam bidang pendidikan sekarang sering disebut sebagai mental hygiene atau preventif psikologi yang digunakan untuk membantu orang-orang dewasa dan anak-anak dalam menyesuaikan diri pada lingkungan hidupnya yang sehat secara sosial. Psikoanalisis merupakan suatu studi baru dalam ilmu kedokteran psikologis yang diperuntukan untuk menyembuhkan penyakit psikosomatik dan neurosis secara rasional. Neuroris sendiri adalah suatu gangguan kejiwaan dimana penderita akan memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, mudah lelah, insomnia, depresi, kelumpuhan dan gejala – gejala lainnya yang berhubungan dengan adanya pertentangan batin dan tekanan jiwa.
Psikoanalisa secara praktis dan definitif berfungsi sebagai alat preventif penyakit jiwa pada anggota masyarakat. Tujuan utama dari psikoanalisa adalah mencari pengertian tentang sebab-sebab dari konflik-konflik emosional dalam jiwa tak sadar, untuk membebaskan manusia dari segala perasaan dengki, permusuhan, prasangka-prasangka, ketakutan, dan menyalurkan impuls-impulsnya pada jasa-jasa yang baik.
Psikoanalisa membantah klaim-klaim palsu dari penyembuhan spiritual, atau pengobatan mistik dari ilmu klenik. Menurut psikoanalisis penyakit-penyakit fungsional atau psikosomatis memang dapat disembuhkan dengan sugesti-sugesti apabila si pasien sungguh-sungguh percaya, akan tetapi kesembuhan yang didasarkan pada sugesti hanya akan bersifat sementara, karena yang sakit sebenarnya bukanlah anggota badan melainkan jiwa. Seorang pasien baru akan sembuh bila sebab-sebab psikologisnya ditemukan dan disadari oleh pasien melalui psokoanalisa.
Terapi psikoanalisa dapat ditempuh melalui dua cara yaitu hipnotis dan asosiasi bebas. Keduanya digunakan Freud dalam untuk mengangkat hal-hal yang selama itu terpendam dan dirahasiakan ke dalam alam sadarnya, yang menjadi sumber penyakitnya. Hipnotis digunakan Freud untuk mengembalikan ingatan pasien di masa lalu. Akan tetapi kemudian Freud menemukan kesulitan ketika memberikan terapi pada pasiennya melalui cara ini. Karena tidak semua orang dapat dihipnotis dan kalaupun gejala awal dapat disembuhkan, akan muncul gejala baru yang timbul akibat hipnotis ini.
Sedangkan asosiasi bebas merupakan terapi dengan cara membaringkan di atas sebuah tempat yang nyaman dan empuk, dan memberikan dorongan kepadanya agar ia mengucapkan apa saja saat itu yang melintas di dalam benaknya, dan melaporkan mimpi-mimpi mereka. Kemudian semua bahan yang terkumpul dari cara tersebut akan dianalisis. Analisis tersebut meliputi harapan, kecemasan, ketakutan, pertentangan batin, pikiran pikiran serta ingatan ingatan yang sudah jauh di luar kesadaran pasien. Cara ini dinilai lebih efektif bagi Freud dalam menyembuhkan pasien-pasiennya. Freud sendiri mengungkapkannya bahwa ketika seseorang berusaha mengungkapkan apa apa yang selama ini disembunyikan oleh alam sadarnya, pikiran orang tersebut sudah tidak dapat menyadari hal itu lagi.
Berdasarkan analisis Freud yang dilakukannya selama bertahun-tahun pada permasalahan pasien-pasiennya secara cermat, Freud kemudian mencoba menyusun suatu teori yang lengkap mengenai kepribadian normal ataupun tidak normal. Freudian sendiri memiliki keyakinan dasar bahwa:
1. Psikolog sebaiknya mempelajari dengan tekun mengenai hukum dan faktor-faktor penentu di dalam kepribadian baik yang normal ataupun yang tidak normal, dan menentukan metode penyembuhan bagi gangguan kepribadian
2. Motivasi yang tidak disadari, ingatan-ingatan, ketakutan-ketakutan, pertentangan-pertentangan batin, serta kekecewaan adalah aspek aspek yang sangat penting di dalam kepribadian. Dengan membawa gejala – gejala tersebut ke alam sadarnya sudah merupakan satu bentuk terapi bagi penderita kelainan atau gangguan kepribadian.
3. Kepribadian seseorang terbentuk selama masa kanak-kanak dini. Dengan meneliti ingatan ingatan yang dimiliki seseorang ketika ia berusaha 5 tahun, akan sangat besar perannya bagi penyembuhan.
4. Kepribadian akan lebih tepat bila dipelajari di dalam konteks hubungan pribadi yang sudah berlangsung lama antara terapis dan pasien. Selama terjadinya hubungan yang seperti itu, maka pasien dapat menceritakan segala pikiran, perasaaan, harapan, khayalan, ketakutan, kecemasan, mimpi kepada terapis sebagai instropeksi informal, dan tugas trapis ialah mengobservasi serta menginterprestasikan perilaku pasien.
Carl Gustav Jung yang tadinya sebagai pengikut Freud, dan kemudian berpisah dengannya mengatakan bahwa di samping adanya alam tak sadar individual seperti yang dikatakan oleh Freud, dan alam bawah tak sadar keluarga seperti yang dikemukakan oleh Szondi, terdapat pula semacam alam bawah sadar kolektif yang umum dan dimiliki oleh masyarakat, bangsa atau umat manusia. Alam bawah sadar kolektif itu dibuktikannya dengan menunjukan adanya simbol-simbol, lambang-lambang kebudayaan yang pada dasarnya mempunyai arti yang sama antara beberapa kebudayaan di dunia ini.
3. Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik sebagai suatu gerakan formal dimulai di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 1950-an. Psikologi ini merupakan suatu gerakan perlawanan terhadap psikologi dominan yang mekanistik dan mereduksi manusia. Psikologi humanistik ini lahir sebagai kritik dan ketidakpuasan atas psikologi psikoanalisis dan psikologi behaviorisme yang mengabaikan unsur-unsur mentalistik fenomenolosis dan eksistensial. Ketidakpuasan utamanya tertuju pada psikologi behavioristik karena telah mendehumanisasi manusia. Psikologi behavioristik dianggap telah gagal dalam memberikan pemahaman tentang manusia dan kondisi eksistensialisnya.
Gerakan humanistik merefleksikan pertumbuhan keprihatinan di kalangan ilmuwan tentang nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial dalam stuktur dan kegiatan-kegiatan mereka.
Tokoh-tokoh yang berkontribusi saat itu antara lain Abraham Maslow, Allport, Gardner Murphy, John Cohen, dan Egon Brunswik. Egon Brunswik inilah yang kemudian mendesak psikologi agar membebaskan diri dari ilmu pengetahuan alam yang nomotetik-reduksionis pada tahun 1954, menghumanisasi psikologi dengan memberikanan penekanan pada spontanitas kendali internal, keunikan manusia, dan masalah-masalah eksistensial. Menjadikan studi tentang manusia, tentang sifat dan eksistensinya sebagai sorotan utama dari psikologi. Pada tahun 1954 Maslow mengemukakan garis besar umum psikologi yaitu, orang-orang yang menaruh minat pada studi ilmiah tentang kreativitas, cinta, nilai-nilai yang lebih tinggi, otonomi, pertumbuhan, aktualisasi diri, dan pemuasan kebutuhan dasar.
Menurut Maslow, setiap orang memiliki rasa takut, seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dimiliki, dsb. tetapi hal itu mendorongnya untuk bisa maju ke arah kesempurnaan, kepercayaan diri dan pada saat itu juga dia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi bermacam-macam hierarki.
· Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks.
· Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
· Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
· Kebutuhan akan harga diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
· Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.
Selain itu pada tahun 1958 maslow menciptakan istilah ‘kekuatan ketiga’ untuk menyebut psikologi humanustik, sebagai psikologi nonbehavioristik dan nonpsikoanalitik yang mencangkup psikologi-psikologi yang berorientasi fenomenologis, eksistensialis, dan humanis. Istilah ini kemudian mendobrak popularitas Maslow dan menjadikannya dianggap sebagai pendiri psikologi humanistik. Ia sendiri menyangkal dan mengatakan bahwa psikologi humanistik adalah produk dari banyak individu dan merupakan asimilasi dari banyak pemikiran, khususnya eksitensialis dan fenomenologis.
Empat ciri psikologi humanistik yaitu:
1. Memusatkan perhatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia
2. Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai, dan realisasi diri, sebagai lawan dari manusia yang mekanistik dan reduksionistik.
3. Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan, serta menentang penekanan yang berlebihan pada objektivitas yang mengorbankan signifikasi.
4. Memberikan perhatian penuh pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu. Memang individu sebagaimana dia dan menemukan dirinya sendiri serta dalam hubungannya dengan individu-individu lain dan dengan kelompok-kelompok sosial.
Daftar Pustaka
Misiak, Henryk dan Sexton, Virginia Staudt. 1973. Phenomenological, Exixtential, and Humanistic Psychologies: A Historical Survey. New York: Grune & Stratton.
Soedjono. 1983. Pengantar Psikologi: untuk studi umum dan kemasyarakatan. Bandung: TARSITO.
Sumarno, Alim. 2011. “Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik”