Thursday, August 18, 2011

Berbagai Jenis serta Cara Manajemen Limbah

Data Publikasi          :  Forum Bebas Indonesia, 2010, Jenis-jenis Limbah,
   http://www.forumbebas.com/thread-101378.html,
   07 April 2011, pk. 14.48.

Komponen Pembentuk Relief Bumi



Data Publikasi       :  BSE, 2010, Dinamika Perubahan Litosfer dan Pedosfer serta   Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi, 15 Oktober, 25 hlm.
http://gurumuda.com/bse/dinamika-perubahan-litosfer-dan-pedosfer-serta-dampaknya-terhadap-kehidupan-di-muka-bumi#more-11352,
19 Februari 2011, pk. 09.28.

Hubungan antara Perubahan Lingkungan dan Teori Kirtland’s Wabler


Uraian Singkat:

  • Teori Kirtland’s Wabler mengemukakan bahwa perubahan lingkungan diperlukan oleh beberapa spesies demi memperoleh habitatnya kembali.
  • Seperti burung Kirtland yang memerlukan perubahan lingkungan—kebakaran hutan, setiap 20-30 tahun. Populasi burung Kirtland hanya memiliki habitat bersarang di pohon pinus muda. Dengan terbakarnya hutan maka vegetasi lama akan tergantikan dengan yang baru.
  • Apabila kebakaran yang disebabkan oleh proses alam dicegah, hal itu justru akan mengurangi habitat bersarang bagi burung Kirtland. Oleh karena itu, di beberapa lokasi para pengelola satwa harus menyiapkan pembakaran terkontrol demi terbentuknya habitat bagi burung Kirtland.


Data Publikasi: Keller, E.A. & D.B. Botkin. 2008. Essential Enviromental
Science. John Wiley & Sons: xxvi+454

Wednesday, August 17, 2011

KRITIK ATAS POSITIVISME


Dalam sejarah perkembangannya, positivisme memperoleh berbagai macam kritik
terutama karena teorinya yang dianggap telah gagal dalam menjelaskan fakta-fakta sosial dan ketidaktepatan metodologis dalam membangun sebuah teori. Kesalahan Comte yang paling fundamental ialah melakukan generalisasi terhadap segala sesuatunya. Setiap fenomena menurut Comte dapat direduksi menjadi peristiwa-peristiwa fisiologis, fisika, atau kimia—yang memiliki sifat yang tak berubah serta beroperasi melalui sebab-sebab konstan. Sebab bagi Comte, setiap fenomena yang ada harus mengikuti jalan yang sama dengan penemuan teori ilmu alam, khususnya ilmu fisika. Proses-proses sosial pun menurutnya dapat direduksi ke dalam hubungan antar tindakan-tindakan individu  dan organisme biologis dapat direduksi ke dalam sistem fisika. Jadi dalam pembangunan sebuah teori sosial, teori tersebut harus didukung oleh analisis data statistik. Karena bagi Comte, hanya statistiklah yang dapat menguji fenomena sosial layaknya pengujian ilmu alam. Sebuah teori yang tidak didukung oleh data statistik tidaklah sahih dan tidak dapat disebut ilmiah.
Namun pandangan ini memiliki banyak kelemahan, diantaranya karena penelitan kaum positivis lebih bersifat verifikasi terhadap teori-teori yang sudah ada, sehingga manfaat terapan untuk perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat dirasa sangat terbatas. Selain itu,
pencarian fakta-fakta atau sebab-sebab dari gejala sosial di masyarakat tidak memperhatikan keadaan individu secara utuh. Responden dibagi ke dalam kategori-kategori tertentu atau klas-klas tertentu berdasarkan klasifikasi yang sudah ditentukan sebelumnya—tanpa melihat latar belakang mereka. Keutuhan responden sebagai individu diabaikan. Begitu juga dengan sensitifitas serta kemampuan refleksi filosofis para ahli ilmu sosial. Dalam pengumpulan data dan informasinya positivisme juga sering melibatkan banyak peneliti, sehingga pembiayaan secara finansial dianggap kurang efisien.
Di sisi lain pandangan-pandangan kaum positivis ini jelas telah menyiratkan pandangan yang kacau, karena statistik tidak menggambarkan keteraturan, namun statistik hanyalah sebuah kumpulan kejadian-kejadian yang beragam di masa lalu. Kejadian-kejadian tersebut bukanlah sebuah variabel yang dapat dipastikan akan mempengaruhi kejadian di masa depan. Dengan penalaran bahwa fenomena yang telah direduksi ke dalam angka-angka statistik tidak lain merupakan suatu kumpulan fenomena di masa lalu. Oleh karena itu, pembangunan teori melalui data statistik merupakan hal konyol dan yang tidak masuk akal. Permasalahan tentang apakah suatu bidang  ilmu bisa dikatakan ilmiah atau tidak ilmiah tentu bukanlah terletak pada penggunaan model matematis dan analisis statistik. Akan tetapi terletak pada kesesuaian asumsi-asumsi dalam epistemologisnya, dalam melihat objek material ilmu tersebut—yang tentunya dalam ilmu-ilmu sosial berbeda jauh dengan asumsi epistemologis ilmu alam.
Max Horkheimer dan teoritisi kritis lainnya melancarkan kritik yang didasarkan atas dua hal atas positivisme, yaitu ketidaktepatan positivisme memahami aksi sosial dan realitas sosial yang digambarkan positivisme terlalu konservatif dan mendukung status quo. Kritik pertama berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal memahami bahwa apa yang mereka sebut sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak benar-benar ada dalam realitas objektif, tapi lebih merupakan produk dari kesadaran manusia yang dimediasi secara sosial. Kritik kedua menunjuk positivisme tidak memiliki elemen refleksif yang mendorongnya berkarakter konservatif. Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti.

Tuesday, August 16, 2011

FILSAFAT ARISTOTELIAN

 http://www.google.com/

          Setiap langkah yang kita ambil tidak pernah lepas dari kegiatan berpikir, entah itu yang bersifat reflektif ataupun yang melalui proses kontemplasi. Satu hal yang perlu kita ingat, bahwa setiap pengetahuan dan langkah yang lahir melalui proses budi kita tidak pernah lepas dari pengetahuan yang kita miliki. Dengan kata lain, pengetahuan yang kita miliki sangat penting dan sangat mempengaruhi kemana langkah kita selanjutnya dan kondisi ke depan—setidaknya yang dapat kita pengaruhi. Dalam mata kuliah Sejarah Filsafat Yunani, tentunya kita memperoleh banyak pengetahuan terutama yang sifatnya mendasar—seperti konstruksi dasar pemikiran atau kerangka teoritik. Kita mempelajari sejarah pemikiran para filsuf secara sistematis dari Thales sampai Aristoteles, sekaligus mempelajari sejarah Yunani secara implisit. Kita juga mempelajari perjalanan suatu pemikiran dari satu filsuf ke filsuf lainnya, dan bagaimana suatu pemikiran dapat diterima ataupun dibantah secara tegas oleh khalayak umum.
Bila dianalogikan, mata kuliah ini ibarat sebuah pondasi yang menopang dan menentukan bentuk sebuah bangunan, karena sifatnya yang mendasar. Pengetahuan yang kita dapatkan dari sejarah filsafat Yunani sangatlah penting sebagai pijakan awal di dunia filsafat. Tiada akhir tanpa awal, begitu juga dengan filsafat. Filsafat-filsafat yang kita temukan saat ini, tidak lain merupakan pemikiran para filsuf yang dikonstruksi, rekonstruksi, ataupun didekonstruksi, yang awalnya berasal dari pemikiran para filsuf Yunani. Para filsuf Yunani memberikan pengaruh yang teramat besar bagi peradaban manusia—baik pada zamannya ataupun zaman sesudahnya. Entah itu berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan, kebijakan, ideologi, dan lain-lain. Contoh konkret dapat kita ambil dari sosok Aristoteles.
Aristoteles telah memberikan sumbangan pemikiran yang amat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Aristoteles menulis tentang astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, physiologi. Selain itu, ia juga merupakan penyumbang utama dalam tiap bidang penting falsafah spekulatif; etika, metafisika, psikologi, ekonomi, teologi, politik, retorika, estetika, pendidikan, puisi, adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena.
Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, pada 384 SM dan meninggal pada tahun 322 SM. Dengan sumbangan dana yang diberikan oleh Alexander Agung— raja Macedonia sekaligus mantan muridnya, Aristoteles dapat melakukan berbagai riset dan eksperimen di Lyceum—semacam akademi yang didirikannya. Ia menghasilkan tidak kurang dari 170 karya, dan 47 di antaranya masih bertahan hingga saat ini. Logika dalam karyanya yang berjudul Organon—yang berarti ‘alat’ merupakan karya yang paling penting di antara karya-karyanya yang lain. Hal ini dikarenakan, logika Aristotelian berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Logika merupakan alat yang digunakan untuk mempraktekkan ilmu pengetahuan, karena logika merupakan studi tentang prinsip-prinsip bernalar tepat, lurus, dan benar. Logika deduktif dalam aplikasi bahasa pemrograman, ataupun logika induktif pada riset ilmiah. Merupakan bukti nyata, bahwa logika Aristoteles masih dipergunakan hingga saat ini dalam kehidupan sehari-hari.
Kejeniusan Aristoteles yang tergambar melalui karya-karyanya, semata-mata bukanlah suatu pemikiran yang lahir sendiri begitu saja. Murid yang menempuh jenjang pendidikan di Akademi Plato selama 20 tahun ini, pastinya dipengaruhi oleh pemikiran para filsuf sebelumnya. Begitu juga dengan filsuf-filsuf setelah Aristoteles. Pemikiran Aristoteles memberikan pengaruh besar bagi filsuf-filsuf sesudahnya; Filsuf Islam Ibnu Rusyd (Averroes), yang mencoba merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dengan rasionalismenya Aristoteles, keberhasilan Maimomides mencapai sintesa dengan Yudaismenya, serta Summa Theologia-nya cendikiawan Nasrani St. Thomas Aquinas.
Sebagai orang yang realistis tokoh Aristoteles memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana keadaan dan pandangan orang-orang Yunani pada zamannya, hal ini tercermin dari pemikirannya bahwa martabat wanita lebih rendah ketimbang laki-laki. Di sisi lain, sebagai orang yang cerdas, pandangannya jauh ke depan. Di zamannya yang masih kuno dan belum terdapat banyak sekolah seperti sekarang, ia pernah berkata “Barangsiapa yang sudah merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” Kehadiran Aristoteles telah memberikan perubahan radikal bagi peradaban masyarakat luas, mulai dari para filsuf, ilmuan, sampai sivitas akademika. Pola pemikirannya yang sistematis, praktis, dan logis, dapat dibuktikan kebenarannya dan diterima oleh khalayak umum. Aristoteles dikenal dengan berbagai julukan seperti; Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, Bapak peradaban barat, Bapak eksiklopedi, Bapak ilmu pengetahuan, atau Guru para ilmuwan.
Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti; kata benda, kata sifat, kata kerja, dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya.
Begitu juga dengan istilah-istilah penting seperti; kualitas, individu, substansi, materi, esensi ,informasi, relasi, energi, kuantitas,  dsb.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari mata kuliah Sejarah Filsafat Yunani melalui tokoh Aristoteles adalah sejarah pemikirannya. Tentang bagaimana tokoh tersebut dapat melahirkan pola pemikiran yang sedemikian rupa, reaksi masyarakat—entah menerima, memperdebatkan atau membantahnya secara tegas, serta pengaruh yang ia berikan pada para filsuf selanjutnya. Seperti halnya logika Aristoteles, yang secara tidak langsung membantah dunia idea Plato. Menurut Plato, yang kita lihat di dunia ini adalah rekaan dari dunia idea yang sempurna—ideal. Sedangkan, Aristoteles dengan logikanya menyangkal adanya ide bawaan, karena konsep tentang segala sesuatu baru akan masuk ke dalam budi kita jika panca indra sudah menangkapnya.
Pengetahuan yang kita dapatkan dari sejarah filsafat Yunani sangatlah penting sebagai pijakan awal di dunia filsafat. Bukan hal yang mustahil, apabila kita dapat tersesat di dunia filsafat yang teramat luas jika, dasar pemikiran yang kita miliki kita rapuh. Hal ini didasarkan pada penalaran ciri pemikiran filsafat yang koheren, integral, dan sistematis. Tidaklah mungkin kita membangun sebuah bangunan besar tanpa pondasi. Begitu juga dengan filsafat, tanpa Sejarah Filsafat Yunani.

DAFTAR PUSTAKA

Hayon, Y.P. 2005. Logika: Prinsip-prinsip Bernalar Tepat dan Teratur. Jakarta: Penerbit ISTN.

Kattsoff, Louise O. 2004. Pengantar Filsafat, (terjemahan Soejono Soemargono). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Biografi Tokoh Dunia. 2008. "Biografi Aristoteles: Bapak Ilmu Pengetahuan" dalam
http://kolom-biografi.blogspot.com/2008/11/biografi-aristoteles-bapak-ilmu.html, diunduh pada 1 Desember 2010, pukul 10.32 WIB.